Selasa, 12 Februari 2008

9 Karakter Pemenang

9 Karakter Pemenang

Serial Resurrection - Gagal dan Bangkit Kembali

Saya senang sekali mengetahui bahwa di beberapa perguruan tinggi sudah mulai diberikan mata kuliah Karena sepandai apapun otak anda tetapi jika tidak memiliki karakter yang diperlukan, anda akan sulit meraih keberhasilan.

Ada 2 orang karyawan. Yang seorang, memiliki kemampuan diatas rata-rata, tetapi dia sering menyepelekan pekerjaanya dan tidak menanganinya dengan baik. Yang seorang lagi memiliki kemampuan biasa-biasa saja, tetapi dia memiliki semangat yang tinggi, disiplin dan serius dalam menangani pekerjaannya. Menurut anda, siapakah diantara kedua orang tersebut yang masa depan karirnya lebih baik?

Bisa jadi anda akan mengatakan tergantung dari keberuntungan kedua orang tersebut. Tetapi saya akan mengatakan pada anda bahwa keberuntungan adalah hasil dari kesempatan dan kesiapan. Kesempatan bisa datang kepada siapa saja, tetapi kesiapan hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki kualifikasi karakter seorang pemenang. Sudah jelas, kualifikasi karakter tersebut tidak akan dimiliki oleh tipe orang yang terbiasa menyepelekan pekerjaannya.

Karakter anda lah yang akan membantu mewujudkan apa yang sudah anda programkan didalam pikiran anda. Jika anda mau mengamati, orang-orang sukses yang berhasil mewujudkan cita-citanya adalah mereka yang memiliki karakter seorang pemenang. Bill Gates, Mahatir Mohamad, Donald Trump adalah contoh figur dengan karakter seorang pemenang dan bermental baja. Hampir tidak ada, bahkan sepengetahuan saya tidak ada sama sekali figur sukses yang berkarakter pecundang dan bermental tempe.

Untuk memiliki karakter seorang pemenang, anda harus merubah hal-hal mendasar yang ada didalam diri anda.

1. Tekad Dan Keberanian
Tekad dan nekad adalah 2 hal yang jelas berbeda. Benar bahwa orang-orang sukses biasanya adalah orang yang nekad, tapi tentunya mereka nekad dengan penuh perhitungan dan persiapan. Saya percaya, hampir setiap orang pasti bisa membuat perhitungan dan persiapan yang matang, tapi kenapa tetap saja hanya minoritas yang berhasil? Yang membedakan adalah bagaimana cara mereka melihat suatu masalah. Orang yang pesimis selalu melihat kesulitan di dalam setiap kesempatan, tapi orang yang optimis akan selalu melihat kesempatan di dalam setiap kesulitan. Sayangnya lebih banyak orang yang langsung mundur teratur hanya dengan membayangkan resiko yang akan dihadapinya. Segala sesuatu selalu dipandang sulit walaupun belum pernah mencobanya. Namun hal tersebut tidak berlaku untuk mereka yang minoritas ini. Buat mereka, selalu ada peluang dan peluang sekecil apapun layak untuk dicoba dengan penuh rasa optimis.

Perhitungan dan persiapan yang matang akan meminimalkan resiko, sedangkan tekad yang kuat akan menyingkirkan rasa takut dan keragu-raguan. Maka janganlah heran bila kebanyakan orang sukses memiliki pribadi yang teguh, tidak mudah terpengaruh oleh orang lain, tegas dalam bertindak dan mungkin bisa jadi agak keras kepala, bahkan cenderung ‘ndableg’. Karena mereka yang memiliki pribadi seperti itulah biasanya yang tahan uji dan tidak mudah menyerah. Tapi tentunya semuanya itu harus dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif.

2. Kreatif
Aristotle Onassis, seorang tokoh yang saya kagumi pernah berkata : "The secret of success is to know something nobody else knows." Rahasia untuk menjadi sukses adalah mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh orang lain. Dengan kata lain anda harus berbeda dari orang lain, baik diri anda sendiri maupun sesuatu yang anda tawarkan. Jika anda tidak dapat memberikan sesuatu yang berbeda, maka anda akan sama dengan orang kebanyakan. Sesuatu yang sama akan menjadi umum dan tidak mencuri perhatian.

Tidak masalah menjadi ‘nyleneh’ asalkan alasannya kuat. Carilah celah baru dan jadilah trendsetter, jangan asal latah mengikuti arus kebanyakan. Tentunya anda juga harus memastikan bahwa ada kebutuhan yang cukup besar untuk celah baru tersebut. Apalagi di dalam dunia kompetisi yang makin ketat sekarang ini, hanya yang spesial dan berbeda lah yang akan menjadi bahan pembicaraan dan rebutan. Untuk itu anda haruslah kreatif dan bisa berpikir out of the box untuk dapat menemukan peluang yang belum dipikirkan oleh orang lain. Namun lagi-lagi dibutuhkan keberanian untuk melakukan sesuatu yang berbeda dari orang kebanyakan.

3. Persiapan
Apapun yang hendak anda kerjakan, biasakanlah mempersiapkannya dengan matang. Pahami betul segala hal yang akan anda hadapi dan apa saja yang dibutuhkan untuk membuatnya berhasil. Cobalah untuk melihat dari berbagai sisi supaya anda tahu keadaan sesungguhnya.

Mantan atasan saya pernah berkata jika ingin presentasi anda berhasil didepan klien, ada 3 hal pokok yang harus dilakukan, yaitu : persiapan, persiapan dan persiapan. Seorang pemain tinju profesional sekalipun memerlukan persiapan yang matang sebelum menghadapi pertandingan. Dia bahkan akan mempelajari calon lawannya dan berusaha mencari titik kelemahannya. Sebegitu pentingnya sebuah persiapan sehingga hasil akhir sebuah pertandingan sudah bisa dilihat dari persiapan yang dilakukan.

4. Jangan Menunda Pekerjaan
Ada sebuah pribahasa yang sangat terkenal “Don’t wait til tomorrow what you can do today.” Namun entah kenapa oleh banyak orang pribahasa itu dipahami menjadi “Don’t do today what you can wait til tomorrow.” Saya sering harus menahan rasa jengkel setiap kali berurusan dengan institusi yang bernama kelurahan / kecamatan. Proses administrasi yang seharusnya bisa selesai dalam waktu 1 atau paling lama 2 hari bisa molor sampai 1 hingga 2 minggu. Jadi seperti bunyi iklan sebuah merk rokok : “Kalau bisa susah kenapa dibikin gampang. Tanya kenapa” Suatu kali saya pernah mencoba menanyakannya langsung, tapi dijawab oleh staf kelurahan tersebut, “Ya memang begitu prosedurnya.” Saya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala mendengarnya.

Untuk anda yang memiliki ‘prosedur’ hidup yang sama dengan staf kelurahan tersebut, saya sarankan untuk segera berubah. Karena jika tidak, sampai kapanpun anda juga tidak akan dapat menikmati keberhasilan karena selalu masih ada hari esok. Biasakanlah membuat daftar pekerjaan yang harus anda lakukan hari ini. Jadikan daftar itu sebagai panduan kerja sehari penuh. Gunakan waktu seefektif dan seefisien mungkin untuk mengerjakannya dan tandailah setiap pekerjaan yang sudah anda selesaikan. Sadarilah bahwa setiap pekerjaan yang tidak terselesaikan hari ini akan menjadi beban untuk keesokan harinya. Sedangkan esok, ada banyak pekerjaan lain lagi yang harus diselesaikan. Jika anda bisa menerapkan prinsip ini dengan baik, anda akan merasakan beban hidup anda menjadi lebih ringan.

5. Manajemen Waktu
Ketika di bangku kuliah, ada satu mata kuliah yang sangat saya sukai yaitu Manajemen Proyek. Mata kuliah ini mengajarkan bagaimana menyelesaikan sebuah proyek yang terdiri dari banyak sekali pekerjaan dengan waktu sesingkat mungkin. Caranya adalah dengan menata tahapan pekerjaan tersebut sedemikian rupa sehingga waktu yang digunakan benar-benar efektif dan efisien. Ada jenis pekerjaan yang hanya bisa dilakukan setelah pekerjaan yang lain diselesaikan. Namun ada banyak pekerjaan yang bisa dilakukan dalam waktu bersamaan.

Ilmu ini sangat membantu saya ketika memasuki dunia kerja dan sampai saat ini terbukti membuat saya mampu menyelesaikan banyak pekerjaan dengan waktu yang sangat efektif. Saya menyarankan anda untuk mencoba melatihnya. Anda sudah membuat daftar pekerjaan seperti yang saya sarankan bukan? Langkah selanjutnya adalah menentukan mana pekerjaan yang bisa dilakukan dalam waktu yang bersamaan dan mana yang baru bisa dilakukan setelah pekerjaan yang lain diselesaikan. Jika anda melakukannya dengan benar dan membiasakannya, anda akan terkejut mengetahui bahwa anda telah menyelesaikan lebih banyak pekerjaan dibandingkan orang lain dalam waktu yang sama.

6. Disiplin Waktu
Sebuah maskapai penerbangan kita pernah sangat terkenal karena seringnya keterlambatan jadwal penerbangannya. Begitu melekatnya cap negatif tersebut sampai ketika maskapai tersebut melakukan restrukturisasi dan menyatakan bahwa mereka sudah berubah menjadi lebih baik, tidak banyak orang yang percaya.

Seringkah anda mengecewakan klien atau teman anda dengan datang terlambat dari waktu yang telah disepakati? Jika anda sekali-kali mencoba sebagai si korban, anda tentu akan memahami bahwa banyak sekali waktu dan pekerjaan lain yang menjadi terbengkalai dikarenakan keterlambatan tersebut, dan itu sangatlah menjengkelkan. Kebiasaan jam karet ini juga menandakan bahwa anda tidak menghargai orang lain. Dengan demikian jangan berharap orang lain akan menghargai anda dan jelas mereka akan berpikir dua kali jika ingin menjadikan anda sebagai mitra bisnisnya. Dan jika cap negatif itu sudah terlanjur melekat di diri anda, akan sangat sulit mengembalikan kepercayaan orang terhadap anda. Kebiasaan jam karet juga membuat waktu anda menjadi tidak efektif dan banyak pekerjaan yang tidak terselesaikan. Ini menandakan bahwa anda tidak merencanakannya dengan baik. Lagi-lagi, persiapan lah kuncinya. Jadi jika anda mau menjadi orang yang berhasil, be on time in everything you do.

7. Apa Yang Anda Tabur, Itulah Yang Anda Tuai
Pernah ada seorang teman yang mengeluh kepada saya bahwa dia kecewa dengan perusahaan tempatnya bekerja karena sudah 7 tahun bekerja namun posisinya masih disitu-situ saja. Sedangkan beberapa teman sekantornya sudah ada yang menjadi manajer. Namun, di kesempatan lain dia sering menceritakan betapa dia sangat mengharamkan lembur. Alasannya karena dia digaji hanya untuk bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore, jadi kalau ada pekerjaan tambahan yang membutuhkan extra time itu adalah urusan perusahaan. Tidak jarang juga dia mengatakan bahwa dia tidak mau ngoyo dalam bekerja karena semua yang dilakukannya toh untuk perusahaan. Dia yang capai bekerja tapi perusahaan yang menikmati hasilnya.

Kontras sekali bukan? Sungguh aneh jika ada seseorang yang tidak memiliki komitmen dalam bekerja tetapi menginginkan peningkatan karir yang cepat. Andai saya sebagai pemilik perusahaan, saya juga tidak akan mempromosikan karyawan seperti itu. Saya ingin mengatakan bahwa jika anda tidak setia dalam perkara kecil jangan berharap anda akan diberi perkara yang besar, karena perkara besar membutuhkan tanggung jawab yang lebih besar, tidak sekedar gajinya saja yang besar.

Melihat kasus teman saya diatas, bisa diketahui bahwa falsafah hidupnya sudah salah duluan. Apapun yang keluar dari diri anda, andalah si penaburnya. Dan apapun yang anda taburkan, anda pulalah yang akan menuainya. Terpikirkah oleh anda bahwa jika anda bekerja asal-asalan, apakah perusahaan merugi? Ya, mungkin merugi tapi sedikit saja, itu bukan hal yang besar. Perusahaan dengan mudah akan menempatkan orang lain yang lebih capable dan masalah dengan cepat terselesaikan. Tapi untuk anda, itu suatu kerugian besar. Anda tidak bisa berharap skill anda akan bertambah dengan bekerja asal-asalan. Jika anda tidak pernah mendapat tanggung jawab yang lebih besar, knowledge anda juga akan disitu-situ saja. Dan kalau anda membiasakan bekerja dengan karakter seperti itu, percayalah seratus kali anda pindah bekerja seratus kali pula anda akan tetap menjadi staf. Kalau toh anda tetap ngeyel bertahan di satu perusahaan, paling-paling anda akan dibuang ke divisi yang tidak penting-penting amat sampai anda depresi sendiri dan akhirnya memutuskan untuk resign. Tapi, dari pengalaman saya ternyata banyak pula yang justru senang ditempatkan di divisi seperti itu dengan posisi ‘idle’ dan malah ndableg kesenengan makan gaji buta. Untuk yang terakhir ini saya harus angkat tangan. Jadi, orientasi anda lah yang harus dirubah. Buang jauh-jauh pemikiran bahwa anda bekerja untuk dinikmati oleh orang lain. Apapun yang anda lakukan, anda sedang menabur untuk diri anda sendiri dan anda lah yang akan menuai hasilnya. Jadi, berikanlah yang terbaik dalam setiap pekerjaan yang anda lakukan.

8. Bekerjalah Lebih Pintar
Saya juga tidak mengatakan bahwa anda harus mau bekerja lembur setiap hari dan mati-matian menguras tenaga anda. Jika itu yang anda lakukan anda akan berakhir seperti kebanyakan orang yang hidupnya 7P : Pergi Pagi Pulang Petang Penghasilan Pas-Pasan. Sudah bukan jamannya mengandalkan otot. Jangan cuma menjadi executor, tapi jadilah problem solver. Work smarter, don’t work harder. Gunakan kepandaian anda untuk mencari solusi agar perkerjaan anda dapat diselesaikan dengan lebih cepat, lebih baik dan masalah yang sama tidak akan terjadi lagi.

9. Terbuka Terhadap Perubahan
Di perusahaan tempat saya bekerja dulu ada satu ‘mantra’ yang selalu saya baca di pintu masuk ruangan atasan saya. Sebenarnya ‘mantra’ tersebut adalah sebuah kata-kata motivasi yang berbunyi : “Things do not change, we change.” Saya menyebutnya ‘mantra’ karena selama hampir 5 tahun bekerja saya selalu membacanya setiap hari sampai kata-kata tersebut begitu melekat di otak saya seperti sebuah mantra. Selama kurun waktu tersebut saya tidak pernah menanyakan maknanya, tapi yang saya tangkap adalah bahwa segala sesuatu di dalam hidup kita tidak akan berubah jika bukan kita sendiri yang merubahnya. Di sisi lain, segala sesuatu di luar diri kita terus berubah dan cenderung makin cepat berubah dewasa ini. Sehingga jika saya boleh memperluas ‘mantra’ tersebut maka akan menjadi : “Things change, so we have to change.”

Kedua-duanya memiliki makna yang sama yaitu bahwa manusia harus berubah mengikuti keadaan di sekelilingnya. Jadi pandai-pandai lah melihat hal-hal baru yang merubah jaman dan lingkungan di sekitar anda, entah itu tuntutan teknologi, budaya, skill, pola perilaku, dan lain sebagainya. Sesuaikanlah segera sejauh dibutuhkan. Lebih bagus lagi jika anda lah yang menjadi ‘angin perubahan’ itu sendiri sehingga menjadi trendsetter yang diikuti oleh banyak orang.

Tentunya untuk dapat jeli melihat perubahan tidaklah mudah. Kebanyakan orang terjebak hanya menjadi penonton dan ketika tersadar, mereka sudah tertinggal jauh. Kuncinya adalah pikiran yang terbuka terhadap perubahan itu sendiri. Jangan menutup diri dengan dogma / prinsip yang kaku dan kadaluarsa. Tidak ada hal yang tetap, segala sesuatunya berubah dan akan terus berubah. Yang dulu benar bisa jadi sekarang tidak benar, begitu juga sebaliknya. Maka, terbukalah akan hal-hal baru dan pelajarilah terlebih dahulu sebelum menghakiminya. Karena jika tidak mau berubah, maka anda akan punah.

Profile Inspirator






Hilmi ahmad Fauzi

Depok, 25 Januari 2003
Enerjik, cekatan pantang menyerah
Pewaris sifat Umar Bin Khattab



 



Thoriq Ahmad Musyaffa
Kuningan, 5 September 2004
Kharismatis, bijaksana dan pemaaf
Pewaris sifat Ali bin abi Thalib


 



Sultan Ahmad Muthi
Bogor, 9 September 2006
Strong leader, visioner, motivator, ramah
Khalid bin walid







Azka Nurhasna Ihtimam
Kuningan, 16 Mei 2008
Ramah, enerjik, visioner, smart
Siti Fatimah

Allah mengetahui bahwa kita sibuk

Oleh : Ust. Musyaffa A. Rahim, Lc.

Sebagai seorang da'i, atau sebagai seorang anggota lembaga yang menamakan dirinya sebagai lembaga da'wah, sudah seharusnyalah ia mempunyai hubungan yang kokoh kuat (quwwatush-shilah) dengan Allah swt.
Ada banyak sarana yang bisa kita jadikan sebagai opsi atau pilihan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas hubungan tersebut.

Di dalam al mustakhlash fi tazkiyatil anfus Sa'id Hawa rahimahullah menyebutkan 13 sarana yang bisa kita jadikan sebagai wasilah untuk mendekatkan diri kita kepada Allah swt. Mulai dari shalat, zakat-infaq-sedekah, puasa, haji, tilawatul qur'an, dzikrullah, tafakkur alam dan seterusnya.

Meskipun demikian, kita masih sering merasakan adanya kekeringan ruhani, karena kita memang sangat jarang mengalirinya dengan siraman-siraman ruhani yang berupa sarana-sarana tersebut. Atau istilah accu-nya, kita jarang ngeces accu dan baterai ruhani yang kita miliki dengan sarana-sarana Islamiyyah itu tadi.
Alasan yang sering kita kemukakan selalu sama dan klasik: sibuk dan repot alias susah mengatur dan mendapatkan waktu senggang untuk menyiram dan mengecesnya.

Kadangkala, kalau kita sedang berkumpul dengan sesama kader, kita ingat bahwa ruhani kita sedang sangat kekeringan. Namun begitu keluar dari majlis ikhwah, kita kembali lagi menjadi manusia-manusia yang "sibuk".
Namun, kita perlu mengingat bahwa kesibukan kita tidak berarti meninggalkan langkah-langkah untuk melakukan siraman-siraman dan pengecesan ruhani kita.

Mari kita renungkan bersama firman Allah swt berikut ini:

“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS Al Muzzammil: 20).

Ayat ini menjelaskan bahwa:

1. Allah swt mengetahui bahwa kemampuan kita dalam berqiyamullail berbeda-beda, ada yang hampir mampu mencapai 2/3 malam, ada yang mampu setengah malam, ada yang sepertiga malam.

2. Allah swt-lah yang membuat ukuran-ukuran siang dan malam.

3. Allah swt mengetahui bahwa kita ini lemah dan tidak akan mampu memenuhi kewajiban (ya, waktu itu qiyamullail setengah malam adalah kewajiban kaum muslimin) itu.

4. Allah swt mengetahui bahwa diantara kita ada yang sakit, ada yang sibuk mencari ma'isyah, ada yang sibuk berperang fi sabilillah.

Meskipun Dia mengetahui kesibukan kita, namun Dia tetap memerintahkan kepada kita untuk:


1. Membaca Al Qur'an (bahkan diulang dua kali) sesuai dengan kemudahan kita.
2. Menegakkan shalat.
3. Membayar zakat, dan
4. Memberikan pinjaman yang baik kepada Allah swt (sedekah dan semacamnya).
5. Banyak-banyak beristighfar.

Artinya, betapapun kesibukan yang melanda kita, kita tidak boleh melupakan tugas menyirami ruhani kita dan mengecesnya dengan berbagai sarana yang ada.

Ada banyak cara yang ditawarkan oleh Islam agar kita tetap bisa mendapatkan kesempatan melakukan siraman dan pengecesan ruhani kita. Diantaranya adalah:

1. Kita harus mensplit waktu-waktu yang kita miliki agar muncul menjadi berbagai macam saat, sehingga di hadapan kita akan muncul sederet waktu yang bisa kita daya gunakan.

Pada suatu kali seorang sahabat yang bernama Hanzhalah bertemu Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu. Begitu bertemu Hanzhalah berkata: Nafaqa Hanzhalah (Hanzhalah menjadi munafiq). Mendengar pernyataan seperti itu Abu Bakar kaget, lalu berkata: "Kenapa? Hanzhalah berkata: "Kalau kita berada di majlis nabi saw seakan kita melihat dengan kepala kita sendiri suasana surga danneraka, akan tetapi begitu ketemu anak-anak, kita lupa semua yang kita rasakan tadi". Mendengar penjelasan seperti itu Abu Bakar menjawab: "Kalau begitu sama dengan saya". Singkat cerita keduanya mendatangi nabi saw. Setelah keduanya menceritakan apa yang dirasakannya, nabi saw menjawab: "… Akan tetapi sa-'ah wa sa-'ah". Maksudnya: bagilah (spiltlah) waktumu agar ada saat untuk ini dan ada saat untuk itu. (HR Bukhari).

2. Kita harus pandai memanfaatkan "serpihan-serpihan" waktu yang kita miliki dan mendaya gunakannya untuk melakukan penyiraman dan pengecesan ruhani kita.

Pada suatu hari Rasulullah saw memperingatkan bahaya memaksakan diri sendiri untuk memperbanyak ibadah. Beliau bersabda: "Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidak ada yang memberat-beratkan diri sendiri kecuali agama itu akan mengalahkannya, karenanya, luruskan langkah dan kokohkan, berusahalah untuk selalu mendekati (target ideal), bergembiralah (jangan pesimis), dan meminta tolonglah dengan waktu pagi, waktu sore dan sedikit malam". (HR Bukhari). Saudara-saudara yang dimuliakan Allah …

3. Terakhir sekali, kita harus pandai-pandai membuat diversifikasi acara (keragaman acara) agar tidak cepat bosan, ingatlah bahwa "sesungguhnya Allah swt tidak bosan sehingga kita bosan, dan bebanilah jiwa ini sesuai dengan kadar kemampuannya, dan bahwasanya amal yang paling dicintai Allah swt adalah yang kontinyu" (HR Ahmad, Abu Daud dan An-nasa-i).

Semoga Allah swt memberikan taufiq, bimbingan dan kekuatan kepada kita untuk istiqamah di atas jalan agama-Nya, amiiin.

Taubat

Definisi, Urgensi, dan Buah-Buah Taubat

Abu Nu'man Mubarok

1. Definisi

- Menurut bahasa: Kembali

- Menurut istilah: Kembali mendekat pada Allah setelah menjauh dari-Nya.

Hakikat taubat adalah: Menyesal terhadap apa yang telah terjadi, meninggalkan perbuatan tersebut saat ini juga, dan ber-azam yang kuat untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut dimasa yang akan datang.

2. Urgensi Taubat

- Banyak yang tidak tahu akan hakikat taubat, syarat, dan adab-adabnya. Oleh karena itu banyak yang bertaubat hanya dengan lisan saja, sedangkan hati mereka kosong. Para ulama mengatakan: Taubatnya para pembohong adalah taubat dengan ujung lidah mereka, mereka mengatakan: “Saya mohon ampun dan bertaubat pada Alloh”. Tapi mereka tidak berhenti melakukan maksiat.

- Allah memerintahkan untuk bertaubat. Allah mengulang perintah tersebut 87 kali. Allah juga memerintahkan Rasulullah untuk bertaubat. Allah berfirman: “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (QS. 24:31). Dalam ayat yang lain Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya” (QS. 66: 8 ). Rasulullah bersabda: “Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah sesungguhnya saya bertaubat kepada Allah dalam sehari 100 kali” (HR. Muslim).

- Siapa yang tidak bertaubat kepada Allah berarti dzalim terhadap dirinya. Allah berfirman: “Barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (QS. 49:11).

- Taubat adalah ibadah yang paling utama. Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” (QS. 2: 222). Dalam sebuah hadist dikatakan: “Demi Allah, Allah lebih bergembira dari pada seorang mu’min ………” dst.

3. Buah-Buah Taubat

- Taubat itu jalan menuju keberuntungan. Allah berfirman: “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (QS. 24:31). Ibnul Qoyyim berkata: “Janganlah mengharapkan keberuntungan kecuali orang-orang yang bertaubat”.

- Malaikat berdo’a untuk orang-orang yang bertaubat. Allah berfirman: “(Malaikat-malaikat) yang memikul `Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): ‘Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang bernyala-nyala’” (QS. 40:7).

- Mendapat kemudahan hidup dan rizki yang luas. Allah berfirman: “dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu, mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan” (QS. 11:3). Dan firman Allah: “Dan (dia berkata): ‘Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa’” (QS. 11:52). Dan Allah berfirman: “maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu - sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun - niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepada-mu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.’”

- Penghapus kesalahan dan pengampun dosa. Dalam hadis qudsi, Rasulullah bersabda: “Wahai anak adam, sesungguhnya engkau telah berdo’a pada-Ku dan mengharap pada-Ku, Aku telah ampunkan dosa-dosamu dan Aku tak menghiraukan. Wahai anak adam, andaikan dosa-dosamu setinggi langit, kemudian engkau meminta ampunan pada-Ku, Aku akan mengampunimu, dan Aku tidak menghiraukan. Wahai anak Adam, andaikan kamu datang pada-Ku dengan kesalahan sebesar Bumi, kemudian engkau tidak pernah mensekutukan pada-Ku dengan suatu apapun, Aku akan datang padamu dengan ampunan sebesar bumi pula.” Dan Rasulullah bersabda: “Orang yang bertaubat dari kesalahan bagaikan orang yang tidak punya dosa.” Dalam hadis yang lain: “Taubat itu menghapuskan dosa-dosa yang lalu.”

- Hati menjadi bersih dan bersinar. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya seorang mu’min jika melakukan perbuatan dosa, maka akan terjadi titik hitam di dalam kalbunya, jika dia bertaubat dan minta ampun pada Allah, kembali cemerlang hatinya, jika dosanya bertambah, bertambah pula titik hitam tersebut, hingga menutupi hatinya. Itulah “ar-ron” yang disebut oleh Alloh dalam firman-Nya: ‘Sekali-kali tidak (demikian) sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’” (HR. Tirmidzi).

- Dicintai Allah. Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

Allah berfirman: “dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taubah [9]: 118 )

1. Meninggalkan dosa tersebut. Ibnul-Qoyyim berkata: ”Taubat mustahil terjadi, sementara dosa tetap dilakukan”.

2. Menyesal atas perbuatannya. Rasulullah bersabda: ”Menyesal adalah taubat”.

3. Berazzam untuk tidak mengulangi lagi. Ibnu Mas’ud berkata: ”Taubat yang benar adalah: Taubat dari kesalahan yang tidak akan diulangi kembali, bagaikan mustahilnya air susu kembali pada kantong susunya lagi.”

4. Mengembalikan kedzaliman kepada pemiliknya, atau meminta untuk diha-lalkan. Imam Nawawi berkata: ”Diantara syarat taubat adalah mengembalikan kedzoliman kepada pemiliknya, atau meminta untuk dihalakan”.

5. Ikhlash. Ibnu hajar berkata: “Taubat tidak sah kecuali dengan ikhlash”. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya” (QS. At Tahrim [66]: 8 ). Yang dimaksud taubat yang murni adalah taubat yang ikhlash.

6. Taubat dilakukan pada masa diterima-nya taubat. Masa diterimanya taubat adalah:

  1. Sebelum saat sakarotul maut.
  2. Sebelum Matahari terbit dari barat.

Allah berfirman: “Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang” (QS. An-Nisaa [4]: 18).

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba, selama belum dalam sakarotul-maut” (HR. Tirmidzi).

Dalam hadis yang lain Rasululloh bersabda: “Sesungguhnya Alloh membentangkan tangan-Nya pada malam hari untuk menerima taubat orang-orang yang melakukan kesalahan di siang hari. Dan Allah membentangkan Tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat orang-orang yang melakukan kesalahan pada malam hari” (HR. Muslim).

Dalam hadist yang lain Rasululloh bersabda: “Barang siapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, Allah akan menerima taubatnya” (HR. Muslim).

Macam-Macam Dosa

1. Dosa Besar. Yaitu dosa yang disertai ancaman hukuman di dunia, atau ancaman hukuman di akhirat. Abu Tholib Al-Makki berkata: Dosa besar itu ada 17 macam.

· 4 macam di hati, yaitu: 1. Syirik. 2. Terus menerus berbuat maksiat. 3. Putus asa. 4. Merasa aman dari siksa Allah.

· 4 macam pada lisan, yaitu: 1. Kesaksian palsu. 2. Menuduh berbuat zina pada wanita baik-baik. 3. Sumpah palsu. 4. mengamalkan sihir.

· 3 macam di perut. 1. Minum Khamer. 2. memakan harta anak yatim. 3. memakan riba.

· 2 macam di kemaluan. 1. zina. 2. Homo seksual.

· 2 macam di tangan. 1. membunuh. 2. mencuri.

· 1 di kaki, yaitu lari dalam peperangan

· 1 di seluruh badan, yaitu durhaka terhadap orang tua.

2. Dosa kecil. Yaitu dosa-dosa yang tidak tersebut diatas.

3. Dosa kecil yang menjadi besar

  • Dilakukan terus menerus. Rasulullah bersabda: tidak ada dosa kecil apabila dilakukan dengan terus menerus dan tidak ada dosa besar apabila disertai dengan istighfar. Allah juga berfirman: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran [3]: 135)
  • Menganggap remeh akan dosa. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya seorang mu’min dalam melihat dosanya, bagaikan seorang yang berada di puncak gunung, yang selalu khawatir tergelincir jatuh. Adapun orang fasik dalam melihat dosanya, bagaikan seseorang yang dihinggapi lalat dihidungnya, maka dia usir begitu saja.” (HR. Bukhori Muslim)
  • Bergembira dengan dosanya. Allah berfirman: “Dan apabila dikatakan kepadanya: “Bertakwalah kepada Allah”, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya.” (QS. Al Baqarah [2]: 206)
  • Merasa aman dari makar Allah. Allah berfirman: “Apakah tiada kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri: “Mengapa Allah tiada menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?” Cukuplah bagi mereka neraka Jahannam yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. Al Mujadilah [58]: 7)
  • Terang-terangan dalam berbuat maksiat. Rasulullah bersabda: “Semua ummatku akan diampunkan dosanya kecuali orang yang mujaharah (terang-terangan dalam berbuat dosa) dan yang termasuk mujaharah adalah: Seorang yang melakukan perbuatan dosa di malam hari, kemudian hingga pagi hari Allah telah menutupi dosa tersebut, kemudian dia berkata: wahai fulan semalam saya berbuat ini dan berbuat itu. Padahal Allah telah menutupi dosa tersebut semalaman, tapi di pagi hari dia buka tutup Allah tersebut.” (HR. Bukhori Muslim)
  • Yang melakukan perbuatan dosa itu adalah seorang yang menjadi teladan. Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang memberi contoh di dalam Islam dengan contoh yang jelek, dia akan mendapat dosanya dan dosa orang yang mengikutinya setelah dia tanpa dikurangi dosa tersebut sedikitpun.” (HR. Muslim)

Jalan Menuju Taubat

1. Mengetahui hakikat taubat. Hakikat taubat adalah: Menyesal, meninggalkan kemaksiatan tersebut dan berazam untuk tidak mengulanginya lagi. Sahal bin Abdillah berkata: “Tanda-tanda orang yang bertaubat adalah: Dosanya telah menyibukkan dia dari makan dan minum-nya. Seperti kisah tiga sahabat yang tertinggal perang”.

2. Merasakan akibat dosa yang dilakukan. Ulama salaf berkata: “Sungguh ketika saya maksiat pada Allah, saya bisa melihat akibat dari maksiat saya itu pada kuda dan istri saya.”

3. Menghindar dari lingkungan yang jelek. Seperti dalam kisah seorang yang membunuh 100 orang. Gurunya berkata: “Pergilah ke negeri sana … sesungguhnya disana ada orang-orang yang menyembah Allah dengan baik, maka sembahlah Allah disana bersama mereka dan janganlah kamu kembali ke negerimu, karena negerimu adalah negeri yang jelek.”

4. Membaca Al-Qur’an dan mentadabburinya.

5. Berdo’a. Allah berfirman mengkisahkan Nabi Ibrahim: “Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” Al Maraghi berkata: “Yang dimaksud ”terimalah taubat kami” adalah: Bantulah kami untuk bertaubat agar kami bisa bertaubat dan kembali kepada-Mu.”

6. Mengetahui keagungan Allah yang Maha Pencipta. Para ulama salaf berkata: “Janganlah engkau melihat akan kecilnya maksiat, tapi lihatlah keagungan yang engkau durhakai.”

7. Mengingat mati dan kejadiannya yang tiba-tiba.

8. Mempelajari ayat-ayat dan hadis-hadis yang menakuti orang-orang yang berdosa.

9. Membaca sejarah orang-orang yang bertaubat

Tarbiyah Dzatiyah

Tabiat dakwah ini berkembang dan menyebar ke berbagai pelosok dunia. Karena misi dakwah ini adalah menyebarkan rahmat bagi dunia untuk seluruh umat manusia (Al-Anbiya’: 107). Dengan begitu dakwah menjadi hak semua orang agar mereka meraih hidayah Allah. Amatlah pantas semua kalangan mendapatkan nikmat dakwah. Paling tidak, semua manusia dapat merasakan rahmat Islam. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh kepribadian dai dan aktivis dakwah.

Aktivis dakwah yang memikul tugas mengembangkan ajaran Islam ke segenap pelosok bumi seyogianya adalah orang yang mampu meningkatkan integritas diri dari masa ke masa. Peningkatan diri aktivis dakwah selaras dengan perkembangan dakwah. Peningkatan integritas diri secara mandiri inilah yang disebut dengan tarbiyah dzatiyah.

Kemampuan tarbiyah dzatiyah menjadikan dai mampu bertahan dalam berbagai ujian dan cobaan dakwah. Ia tidak futur (malas dan lesu), tidak kendur semangat dakwahnya, pemikirannya tidak jumud dan tidak akan bimbang dan ragu menjawab berbagai tuduhan miring serta yang sangat diharapkan dari efek tarbiyah dzatiyah adalah seorang dai mampu menyelesaikan persoalan yang menghadangnya.

Dengan sikap itu aktivis dakwah tidak sangat bergantung pada bayanat pusat atau qararat qiyadah. Melainkan ia mampu mengembangkan dakwah sebagaimana mestinya. Dan dapat mengambil keputusan yang tepat. Utusan-utusan Rasulullah saw. telah membuktikan dirinya dalam mengembangkan dakwah di berbagai tempat. Mereka dapat bertahan sekalipun jauh dari Rasulullah saw. dan komunitas muslim lainnya. Ja’far bin Abi Thalib di antaranya. Dia dan sahabat lainnya dapat tinggal di Habasyah dalam waktu yang cukup lama. Sekalipun mereka sangat merindukan berkumpul bersama dengan saudara muslim lainnya, mereka dapat mempertahankan dirinya dalam keimanan dan ketaqwaan. Begitu kuatnya daya tahan mereka hidup bersama dakwah jauh dari saudara-saudaranya yang lain dalam waktu yang cukup lama. Hingga Rasulullah saw. begitu bangga terhadap mereka di saat mereka pulang ke Madinah. Beliau menyatakan, “Aku bingung apa yang membuat senang diriku, apakah karena menangnya kita di Khaibar ataukah kembalinya kaum muslimin dari Habasyah.”

Demikian pula Mush’ab bin Umair sebagai duta Islam pertama dapat mengembangkan dakwah di Madinah dan berhasil membangun masyarakat di sana. Mush’ab sebagai guru pertama di Madinah dapat memperluas jaringan dakwah dan aktivisnya. Sehingga tempat itu menjadi basis komunitas umat Islam di kemudian hari. Dan menjadi mercusuar peradaban Islam.

Begitulah kepribadian aktivis dakwah yang mumpuni dalam mengemban amanah mulia. Mereka dapat menunaikan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya. Lantaran tarbiyah dzatiyah yang ada pada diri mereka. Malah banyak tugas-tugas lain dapat diselesaikan dengan nilai cumlaude. Sebaliknya aktivis dakwah yang tidak mampu meningkatkan integritas dirinya cenderung linglung. Bahkan mungkin akan menimbulkan kegaduhan dalam kerja dakwah. Sebagaimana ungkapan pujangga lama ‘Al-‘askarul ladzi tasuduhul bithalah yujidul musyaghabati, aktivis yang tidak punya kemampuan untuk berbuat sesuatu sangat potensial membuat kegaduhan dalam kerja dakwah’.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (Al-Anfal: 27)

Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah Al-Mutaharikah (Kepribadian Aktivis Islam)

Tidak dipungkiri bahwa Tarbiyah Dzatiyah menjadi kepribadian aktivis Islam. Bahkan Rasulullah saw. menilai hal ini sebagai prasyarat untuk para duta Islam dalam mengembangkan dakwah. Karenanya hal ini menjadi point dalam fit and profer-test bagi mereka yang akan menjalani tugasnya. Sehingga seseorang yang diutus ke suatu tempat, Nabi saw. mempertimbangkan kemampuannya dalam pengembangan integritas dirinya.

Hal ini sebagaimana yang dipertanyakan Rasulullah saw. pada Muadz bin Jabal saat akan diutus ke Yaman. “Wahai Muadz, bila kamu berada di tempat yang baru nanti, jika menemukan suatu persoalan apa yang akan kamu putuskan?” Muadz menjawab, “Aku akan putuskan berdasarkan Kitab Allah.” Rasulullah saw. pun melanjutkan, “Bila tidak kamu temukan pada Kitab Allah, dengan apa kau putuskan?” Jawab Muadz, “Aku akan tetapkan berdasarkan Sunnah Rasulullah.” Nabi saw. kemudian menanyakan kembali, “Bila tidak juga kamu dapati di dalamnya, apa yang akan kamu lakukan?” Muadz menjawab, “Aku akan putuskan dengan akal pikiranku (ijtihadku).” Ternyata jawaban Muadz sangat memuaskan hati Rasulullah saw. Malah beliau memandang bahwa kualitas Muadz sudah memadai untuk mengemban tugas mulia tersebut.

Kapabilitas yang semacam itu diharapkan mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang selalu muncul di lapangan dakwah. Sehingga ia tidak selalu menyerahkan masalah itu pada qiyadah dakwah ataupun aktivis lainnya. Dengan kemampuan itu aktivis dakwah tidak gamang dalam menyikapi berbagai urusan yang terkait dengan tanggung jawabnya. Karena tanpa sikap itu persoalan dakwah akan bertambah pelik dan menambah beban qiyadah. Telah sering kita dengar qiyadah dakwah mengarahkan agar aktivis tidak selalu mengandalkan jawaban dari pusat atau menunggu bayanatnya. Melainkan mereka perlu menyikapi dengan cepat apa yang mesti diambil sikapnya untuk menuntaskan suatu permasalahan.

Meski demikian kita pun perlu melihat koridornya agar tidak terjebak dalam membebaskan diri untuk selalu bersikap di luar kendali qiyadah. Karena ini pun akan menimbulkan kekisruhan dalam struktural kendali dakwah. Seperti sikap Hudzaifah ibnul Yaman sewaktu ditugaskan Rasulullah saw. masuk ke barisan musuh. Hudzaifah mendapati Abu Sufyan sedang memanaskan tubuhnya karena udara dingin. Saat itu Hudzaifah mampu untuk membunuhnya, akan tetapi ia teringat pesan Rasulullah saw. bahwa tugasnya waktu itu adalah memperhatikan kondisi musuh dan mengabarinya kepada Rasul. Sehingga ia urung untuk membunuhnya walau kesempatan itu ada di hadapannya.

Karena itu perlu menempatkan secara imbang terhadap permasalahan ini. Peningkatan integritas diri dan mematuhi rambu-rambu qiyadah. Yang lebih berbahaya lagi bagi aktivis dakwah adalah bila tidak memiliki keduanya. Syaikh Hamid ‘Asykariyah menegaskan, “mereka yang sudah tidak punyai kebaikan (peningkatan integritas diri dan mematuhi rambu-rambu qiyadah), mereka telah kehilangan kesadaran terhadap kemuliaan dakwah dan kepunahan perilaku taat pada qiyadah. Siapa yang telah kehilangan dua hal ini, maka mereka tidak ada gunanya tetap berada dalam barisan dakwah bersama kita.”

Ada’u Mutathallibatil Manhaj (Menyelesaikan Tuntutan Manhaj)

Manhaj dakwah memberikan ruang yang banyak untuk sarana tarbiyah agar dapat merealisasikannya seoptimal mungkin. Baik melalui liqaat tarbawiyah, daurah, seminar, mukhayyam ataupun tarbiyah dzatiyah. Untuk mengaplikasikan manhaj dakwah yang begitu banyak dan padat tidaklah memadai dengan sarana tarbiyah regular. Karena keterbatasan alokasi waktu maupun keterbatasan Murabbi dalam menyelesaikan tuntutan manhaj. Maka tarbiyah dzatiyah menjadi sarana untuk menyelaraskan tuntutan manhaj tersebut.

Oleh karena itu perlu dipahami dengan benar pada setiap aktivis dakwah agar dapat melakukan tarbiyah dzatiyah dalam dirinya. Hal ini akan sangat membantu mengaplikasikan nilai-nilai tarbawiyah secara maksimal. Dan dapat mencapai arahan manhaj yang menjadi acuan dakwah untuk mewujudkan dai yang siap meringankan perjalanan dakwah ini. Bila masing-masing aktivis sibuk untuk merealisasikan manhaj dalam dirinya sebagaimana tuntutan manhaj maka semua aktivis akan aktif dengan berbagai program dan kegiatannya.

Syaikh Abdul Halim Mahmud menyatakan bahwa tarbiyah dzatiyah merupakan tuntutan manhaj dakwah ini. Baik dalam arahannya agar menjadi aktivis dakwah yang sigap dan tanggap dalam menyambut tugas dakwah. Juga dalam muatannya yang tidak dapat diberikan secara kolektif karena berbagai pertimbangan. Namun dituntaskan secara personal dengan peningkatan kemampuan tarbiyah dzatiyah. Sehingga tampil aktivis yang siap go publik dengan Allah di jalan dakwah.

Tarqiyatu Ath-Thaqah Adz-Dzatiyah (Peningkatan Potensi Diri)

Peran serta aktivis terhadap dakwah sangatlah dimarakkan agar mereka dapat memberikan kontribusinya dan menjadi bagian dari dakwah. Dai yang dapat melakukan hal ini adalah mereka yang memahami betul potensi dirinya. Potensi yang dapat bermanfaat bagi perjalanan dakwah.

Menajamkan potensi diri menjadi aktivitas rutin. Seyogianya semakin hari semakin tajam potensi yang dimilikinya. Grafik potensinya selalu naik seiring perjalanan waktu. Sebagaimana yang dialami para pendahulu dakwah. Mereka senantiasa berada dalam kondisi puncak setiap bergulirnya waktu. Imam Ibrahim Al-Harby selalu mengomentari sahabat-sahabatnya dengan ungkapan istimewa. Katanya, “Aku sudah bergaul dengan fulan bin fulan beberapa waktu, siang dan malam. Dan tidak aku jumpai pada dirinya kecuali ia lebih baik dari kemarin.”

Layaknya aktivis dakwah dapat mengembangkan diri agar potensi yang dimilikinya betul-betul dapat didayagunakan seoptimal mungkin. Sehingga mereka bisa berada di garis terdepan. Bahkan sepatutnya dalam kondisi lebih baik dari hari-harinya yang telah lewat. Kondisi yang prima dan selalu lebih baik dari kemarin akan membuatnya istijabah fauriyah (dapat memenuhi panggilan dakwah dengan cepat) yang semakin kompleks tuntutannya. Dengan potensi yang demikian, aktivis dakwah dapat menempati lini yang beragam dalam tugas mulia ini. Karenanya tarbiyah dzatiyah adalah upaya untuk meningkatkan dan menajamkan seluruh potensi aktivis dakwah yang beragam.

Adapun aspek-aspek yang perlu ditingkatkan aktivis dakwah dalam tarbiyah dzatiyah terhadap dirinya meliputi:

1. Ar-Ruhiyah (Spiritual)

Sudah menjadi kebiasaan bagi para dai untuk dapat meningkatkan ketahanan ruhiyahnya. Sehingga ia tidak lemah dalam mengemban tugas mulia. Ruhiyah yang kokoh menjadi variable yang sangat menentukan. Bila perlu setiap aktivis memiliki program personal dalam menjaga ketahanan ruhiyah. Seperti merutinkan diri untuk shalat berjamaah di masjid, shaum sunnah, qiyamullail, sedekah, ziarah kubur ataupun aktivitas lainnya yang berdampak pada kesehatan ruhaninya.

Dengan upaya itu insya Allah maknawiyah dai tidak ringkih dan kendur. Kondisi maknawiyah yang rapuh akan berdampak negatif bagi dirinya dalam menjalankan tugas dakwah. Disamping itu, tampaknya para aktivis perlu mencermati naik turunnya ruhaniyah diri mereka sendiri. Bahkan sedapat mungkin mempunyai patokan yang terukur agar dapat dievaluasi dengan seksama baik melalui orang terdekat (murabbi, pasangan, teman) ataupun cukup diri sendiri.

Ambillah pelajaran dari sikap para sahabat dalam mentarbiyah ruhiyah mereka masing-masing. Ada yang selalu menjaga keadaan diri agar selalu dalam keadaan berwudlu’. Ada pula yang senantiasa mengunjungi orang yang sedang mengalami cobaan hidup. Ada juga yang berziarah ke makam, dan upaya lainnya. Camkanlah nasihat Umar ibnul Khathtab, “Hitung-hitunglah dirimu sebelum kamu dihisab Allah swt. di hari Perhitungan (akhirat).”

2. Al-Fikriyah (Pemikiran)

Pada dasarnya pemikiran manusia senantiasa menuntut konsumsinya agar tidak mengalami kejumudan berpikir. Untuk memenuhi tuntutan tersebut tidaklah cukup mengandalkan muatan pemikiran dari majelis liqaat tarbiyah semata. Akan tetapi dapat mencari berbagai sumber penggalian berpikir. Bisa melalui penelaahan kitab, menghadiri acara kajian ilmiah ataupun kegiatan peningkatan wawasan lainnya.

Telah banyak paparan nash dari Al-Qur’an ataupun Hadits yang menyuruh untuk memberdayakan kemampuan berpikir dengan melakukan pengamatan dan pengkajian. Sehingga pemikiran dai senantiasa dalam pencerahan bahkan ia selalu dapat mencari solusi yang pas. Bila demikian halnya pemikiran aktivis senantiasa berkembang dan menjadi pintu gerbang kemajuan intelektual. Maka, adalah wajib bagi aktivis dakwah untuk membaca buku beberapa jam dalam setiap hari serta memiliki perpustakaan pribadi di rumahnya sekalipun kecil.

3. Al-Maliyah (Material)

Dakwah juga dipengaruhi oleh kekuatan material. Tidak terkecuali para pengembannya. Karena itu setiap aktivis harus memiliki kemampuan interpreneurshipnya agar tidak menjadi beban orang lain. Ini harus menjadi muwashafat dai. Dai harus memiliki kemampuan mencari penghidupan bagi dirinya (qadirun alal kasabi).

Para sahabat yang diridhai Allah swt. telah memberikan pelajaran pada kita semua bahwa mereka tidak menjadi beban bagi saudara. Kaum Muhajirin yang datang ke Madinah tidak membawa apa-apa, namun mereka tidak mengandalkan bantuan kaum Anshar. Kaum Muhajirin mampu mengembangkan potensi maaliyah dirinya. Mereka pun akhirnya dapat hidup sebagaimana layaknya malah ada yang lebih baik dari kehidupannya di Mekkah.

4. Al-Maidaniyah (Penguasaan Lapangan)

Penguasaan lapangan juga hal sangat penting bagi perkembangan dakwah ini. Seorang aktivis mesti memahami medan yang dihadapinya dengan cepat. Penguasaan lapangan yang cepat dan tangkap dapat memperoleh taktik dan strategi yang tepat untuk dakwah ini. Pengenalannya yang bagus dapat menentukan strategi apa yang cocok dan pas bagi wilayah tersebut. Maka ketika para sahabat berada di tempat yang baru mereka mulai belajar untuk mengenal medan dan lingkungannya. Sehingga perjalanan dakwah mereka berkembang dengan pesat. Seperti dakwah di Madinah oleh Mush’ab bin Umair dan sahabat lainnya.

Dari sinilah setiap aktivis perlu mengenal dengan betul wilayahnya. Sehingga dapat terdeteksi dengan cepat mana yang menjadi peluang dakwah dan mana pula yang menjadi hambatannya. Sehingga ia dapat mensikapinya dari keadaan tersebut. Bila menemui sumbatan ia cepat mengantisipasinya.

5. Al-Harakiyah (Gerakan Dakwah)

Penguasaan harakiyah pun menjadi aspek tarbiyah dzatiyah yang perlu diperhatikan sehingga aktivis dakwah bisa mengikuti lajunya gerakan dakwah. Ini bisa terjadi apabila seorang aktivis dapat menyelami geliat dakwah dan pergerakannya. Pemahaman terhadap gerakan dakwah yang tepat melahirkan sikap dai yang mengerti benar tentang sikap apa yang harus dilakukan untuk kepentingan dakwah.

Sebagaimana yang dilakukan Hudzaifah Ibnul Yaman ketika masuk ke tengah barisan musuh. Saat kondisi malam yang gelap dan mencekam seperti itu, Abu Sufyan sangat khawatir pasukannya diinfiltrasi. Sehingga ia mengumumkan agar seluruh prajurit harus mengenal siapa yang ada di kiri kanannya. Setelah selesai memberikan komando itu Hudzaifah lantas memegang tangan orang yang ada di sisi kanan dan kirinya sambil menanyakan siapa engkau. Tentu saja mereka menjawab saya fulan bin fulan. Dengan kesigapannya Huzaifah tidak ditanya orang.

Sasaran yang hendak dicapai dari tarbiyah dzatiyah bagi seorang aktivis dan perkembangan dakwah adalah sebagai berikut:

Al-Munawaratul Al-Harakiyah (Gerak Manuver Dakwah)

Sasaran tarbiyah dzatiyah ini adalah untuk dapat mengembangkan gerak manuver dakwah ke berbagai wilayah dan pelosok. Sehingga banyak wilayah dan manusia lain yang mendapatkan sentuhan dari dakwah dan dainya. Wilayah dakwah semakin hari semakin meluas dan aktivis dakwahnya semakin hari semakin bertambah tentu juga peningkatan mutu kualitasnya. Dalam kajian Fiqhus Sirah, Syaikh Munir Muhammad Ghadhban diungkapkan bahwa Rasulullah saw. setiap tahun selalu mendapatkan informasi mengenai bertambahnya suku, kabilah atau orang yang tersentuh dakwah Islam dan menjadi pengikutnya yang setia. Ini tentu sangat terkait dengan para penyebar dakwahnya. Mereka adalah manusia-manusia yang selalu dalam kondisi meningkat iman dan taqwanya serta meningkat dalam merespon perintah dari Allah dan Rasul-Nya. Dengan kata lain bahwa tarbiyah dzatiyahnya sudah sangat mapan.

Al-Matanah An-Nafsiyah Ad-Dakhiliyah (Soliditas Personal)

Tarbiyah dzatiyah juga untuk meningkatkan daya tahan dai. Aktivis yang tidak lemah mentalnya, tidak jumud pikirannya, tidak menjadi beban material aktivis lainnya, tidak bingung dengan sekitarnya dan tidak pula linglung atau ketinggalan jauh dari lajunya dakwah ini. Aktivis yang tidak menjadi beban bagi dakwah atau membuat bertambahnya beban pemikiran para qiyadah.

Dengan begitu akan muncul aktivis yang tangguh dalam menunaikan amanah dakwah. Aktivis yang prima staminanya dalam menjalankan tugas. Sehingga perjalanan ini semakin lancar dan mulus untuk meniti jalan kemenangan dakwah. Bila hal ini tercapai dakwah tidak disibukkan dengan urusan internal dan konfliknya. Sebaliknya para aktivis akan sibuk dengan maneuver dakwahnya.

Upaya Memulai Tarbiyah Dzatiyah Bagi Aktivis

Untuk dapat menjalankan program tarbiyah dzatiyah hendaknya perlu mempertimbangkan kiat berikut:

1. buatlah fokus sasaran tarbiyah dzatiyah yang akan dilaksanakan oleh masing-masing individu. Misalnya, aspek ruhiyah seperti apa yang diinginkan dengan gambaran dan ukuran yang jelas seperti shalat lima waktu berjamaah di masjid, selalu membaca 1 juz Al-Qur’an dalam setiap hari. Demikian pula aspek fikriyah ataupun aspek yang lainnya. Sehingga semakin teranglah fokus yang hendak dicapai.

2. setelah menentukan fokusnya maka mulailah memperhatikan sisi prioritas amal yang hendak dilakukan. Aspek mana saja yang akan dilakukan dengan segera. Hal ini tentu melihat pertimbangan kebutuhan saat ini. Misalnya aspek ruhiyah yang diprioritaskan, maka buatlah program yang jelas untuk segera dikerjakan.

3. sesudah itu mulailah melaksanakan dari hal yang ringan dan mudah dari program yang telah ditetapkan agar dapat dilakukan secara berkesinambungan. Keempat, agar dapat menjadi program kegiatan yang jelas, tekadkan untuk memulainya dari saat ini dan berdoalah pada Allah swt. agar dimudahkan dalam menjalankan ikrarnya. Kelima, untuk dapat bertahan terus melakukannya, upayakan untuk memberikan sanksi bila melanggar ketentuan yang telah diikrarkan